Sebuah kasus di TPA Makassar menghebohkan, karena dua honorer dan pedagang Curi Sapi Pakai Ekskavator telah ditangkap.
Para pelaku ini nekat menggunakan alat berat berupa ekskavator serta truk sampah milik dinas untuk mengangkut sapi-sapi curian mereka, sebuah modus operandi yang tak lazim dan menyoroti penyalahgunaan fasilitas publik demi melancarkan aksi kejahatan. Dibawah ini anda bisa melihat berbagai informasi menarik lainnya seputaran Info Kejadian Makassar.
Kronologi Penangkapan Sindikat Pencurian Sapi
Penangkapan terhadap sindikat pencurian sapi di Makassar terjadi setelah korban melaporkan kehilangan sapinya dan mendapatkan informasi dari warga di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) bahwa sapinya telah diangkut menggunakan mobil sampah.
Informasi ini kemudian ditindaklanjuti oleh Polsek Manggala yang berujung pada penangkapan dua honorer dan satu pedagang sapi. Kedua honorer yang ditangkap adalah Ambo Reppe (23), dari Kantor Kecamatan Rappocini, dan Hasrullah (31), dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH).
Mereka ditangkap pada Minggu (15/6). Sementara itu, pedagang sapi bernama Saldi (31) ditangkap pada Selasa (17/6) di Kabupaten Maros. Kapolsek Manggala, Kompol Samuel To’longan, mengkonfirmasi penangkapan ketiga pelaku tersebut pada Kamis (19/6/2025).
Peran Pelaku dan Modus Operandi
Dalam sindikat pencurian sapi ini, masing-masing pelaku memiliki peran spesifik. Hasrullah, yang merupakan honorer dari DLH, bertindak sebagai sopir ekskavator. Ambo Reppe, honorer dari Kantor Kecamatan Rappocini, bertugas sebagai sopir truk sampah. Modus operandi mereka melibatkan pemanfaatan sapi yang sedang mencari makan di lokasi pembuangan sampah.
Sapi-sapi tersebut kemudian diangkut menggunakan sendok ekskavator lalu dinaikkan ke truk sampah. Setelah diangkut, sapi-sapi itu dibawa ke Saldi untuk dipotong dan dijual secara eceran dengan harga normal agar tidak menimbulkan kecurigaan.
Baca Juga: Viral! Polisi Diduga Keroyok-Telanjangi Pemuda Rp15 Juta di Takalar
Alat Berat yang Digunakan Dalam Pencurian
Para pelaku menggunakan alat berat berupa ekskavator dan truk sampah milik pemerintah untuk mengangkut sapi curian mereka. Ekskavator digunakan untuk mematahkan atau mengangkat sapi, sementara truk sampah berfungsi sebagai alat transportasi untuk membawa sapi yang telah dicuri.
Penggunaan fasilitas dan kendaraan milik pemerintah ini menunjukkan tingkat perencanaan dan akses yang dimiliki oleh para pelaku dalam melancarkan aksinya. Hal ini juga menyoroti potensi penyalahgunaan aset publik untuk tindakan kriminal.
Pembagian Keuntungan dan Jaringan Penjualan
Dari hasil pencurian tersebut, para pelaku membagi biaya operasional dan keuntungan. Hasrullah, sopir ekskavator, menerima upah antara Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta untuk setiap aksinya. Ambo Reppe, sopir truk sampah, diberi upah antara Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu.
Saldi, pedagang sapi, bertindak sebagai penadah dan penjual daging sapi hasil curian. Polisi menemukan 14 nota penjualan sapi dari Saldi, dengan total nilai transaksi mencapai kurang lebih Rp 180 juta yang dilakukan selama dua tahun.
Ini menunjukkan bahwa aktivitas pencurian ini bukan insiden tunggal, melainkan sindikat yang telah beroperasi dalam jangka waktu yang cukup lama dan memiliki jaringan penjualan yang terorganisir .
Perbandingan Dengan Kasus Pencurian Sapi Lain di Sulawesi
Kasus pencurian sapi dengan ekskavator di TPA Makassar memiliki perbedaan signifikan dengan kasus-kasus pencurian sapi lainnya di Sulawesi. Misalnya, di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, pencuri ternak sapi beraksi pada malam hari hingga subuh dengan menyembelih sapi di lokasi dan hanya mengangkut daging serta organ sapi menggunakan mobil.
Korban di Konawe, seperti Asran, mengaku sedih karena semua daging sapinya diambil, hanya menyisakan usus. Kepala Desa Puundombi, Syarifuddin, bahkan mengimbau warganya untuk lebih waspada dan meningkatkan penjagaan. Di Makassar sendiri, pada Desember 2024, dua pria bernama Mustari Daeng Sarro (53) dan Saharing Deng Ngawing (52) juga ditangkap karena mencuri tiga ekor sapi dari kandang yang tidak dijaga di Kecamatan Tamalanrea.
Para pelaku dalam kasus Tamalanrea ini masuk ke kandang yang tidak terkunci, menuntun sapi-sapi tersebut, lalu menaikkannya ke mobil pikap yang sudah disiapkan. Dua dari tiga sapi yang dicuri di Tamalanrea telah disembelih dan dijual, sementara satu ekor sapi betina dan satu kulit sapi berhasil disita sebagai barang bukti.
Dampak dan Implikasi Hukum
Aksi pencurian sapi menggunakan ekskavator dan truk sampah ini menimbulkan kerugian finansial yang signifikan bagi para korban, sebagaimana terlihat dari total nilai penjualan sapi yang mencapai Rp 180 juta selama dua tahun. Selain itu, penggunaan aset pemerintah seperti ekskavator dan truk sampah.
Dalam tindak kejahatan ini dapat merusak kepercayaan publik terhadap institusi pemerintah dan menyoroti celah dalam pengawasan aset. Para pelaku akan dijerat dengan pasal-pasal pidana terkait pencurian dan penyalahgunaan wewenang atau fasilitas publik, tergantung pada hasil penyelidikan lebih lanjut oleh pihak kepolisian.
Kesimpulan
Penangkapan sindikat pencurian sapi di TPA Makassar yang melibatkan dua honorer dan seorang pedagang sapi menyoroti modus operandi yang tidak biasa. Yaitu penggunaan ekskavator dan truk sampah milik pemerintah untuk mengangkut sapi curian.
Kasus curi sapi pakai ekskavator ini bukan insiden terisolasi, melainkan bagian dari jaringan yang telah beroperasi selama dua tahun dengan total penjualan mencapai Rp 180 juta. Peristiwa ini juga menggarisbawahi pentingnya pengawasan aset pemerintah dan perlunya peningkatan kewaspadaan masyarakat terhadap tindak kejahatan ternak.
Simak dan ikuti terus jangan sampai ketinggalan informasi terlengkap hanya di INFO KEJADIAN MAKASSAR.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Pertama dari www.konsultanhukum.web.id
- Gambar Kedua dari www.detik.com