Seorang oknum polisi aktif Brigpol AB di Makassar diduga aniaya istri sahnya, CW, dalam lima kejadian terpisah sejak November 2024 hingga April 2025.
Korban yang merasa tidak tahan dengan kekerasan berulang tersebut akhirnya melaporkan kasusnya ke Bidang Propam Polda Sulsel pada 18 Juni 2025, didampingi kuasa hukumnya, Andi Wawan. Info Kejadian Makassar akan membahas kasus dugaan aniaya istri sahnya berulang yang dilakukan oknum polisi di Makassar terhadap istrinya serta proses hukum yang tengah berjalan.
Kronologi Penganiayaan Berulang
Kasus ini melibatkan Brigpol AB, seorang anggota polisi di Makassar, yang diduga melakukan penganiayaan terhadap istrinya, CW, dalam lima kejadian berbeda. Kejadian pertama hingga keempat sempat dilaporkan dan didamaikan melalui Polres Pelabuhan Makassar dengan keterlibatan Propam setempat.
Namun, meskipun sudah ada proses perdamaian, kekerasan tetap berulang bahkan terjadi kembali hingga April 2025. Kuasa hukum korban, Andi Wawan, menjelaskan bahwa selama periode November 2024 hingga April 2025, CW mengalami penganiayaan secara berkala.
“Ini ada lima kejadian, yang pertama sampai keempat pernah dilaporkan ke Polres Pelabuhan dan didamaikan. Tapi kemudian korban kembali dipukuli di rumahnya,” ujarnya.
Penyebab Pertengkaran dan Kekerasan
Salah satu penyebab utama pertengkaran yang berujung penganiayaan adalah kecemburuan. Diduga, oknum polisi tersebut masih berkomunikasi dengan perempuan lain, yang kemudian memicu pertengkaran hebat antara suami dan istri.
CW mengungkapkan bahwa suaminya sempat marah dan melakukan penganiayaan karena cemburu akibat pesan-pesan dari perempuan lain yang masuk ke ponselnya. “Kadang ada perempuan yang menghubungi pelaku, dan ini menjadi pemicu pertengkaran yang berujung penganiayaan,” terang Wawan.
Kecemburuan yang tidak terselesaikan ini membuat suasana rumah tangga semakin memanas dan menyakitkan bagi korban.
Luka dan Dampak Kekerasan
Dampak dari penganiayaan ini sangat nyata dan menyakitkan. CW mengalami luka lebam di wajah dan cakaran di lengan akibat perlakuan kasar sang suami. Meski demikian, korban tidak langsung melapor karena sempat dilarang keluar rumah oleh Brigpol AB.
Baru setelah luka mulai sembuh, korban berhasil melaporkan kejadian tersebut ke Propam Polda Sulsel pada 18 Juni 2025 bersama tim kuasa hukumnya.
Kuasa hukum CW menegaskan, “Korban dipukuli menggunakan tangan pelaku, lebam di mata kiri dan bekas cakaran di lengan kanan. Dia sempat dilarang keluar rumah, sehingga baru bisa melapor setelah lukanya sembuh.”
Baca Juga:
Respons Propam dan Proses Hukum
Menanggapi laporan tersebut, Kabid Propam Polda Sulsel, Kombes Zulham, memastikan bahwa pihaknya telah menerima laporan dan sedang melakukan proses penyelidikan. Zulham menegaskan bahwa anggota Polri yang terbukti melakukan pelanggaran. Apalagi tindak kekerasan, akan dikenakan sanksi tegas mulai dari disiplin hingga pidana sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Siapapun anggota Polri yang terlibat pelanggaran akan kita proses secara hukum, baik secara disiplin, kode etik, maupun pidana,” tegas Kombes Zulham.
Pentingnya Penegakan Hukum Terhadap Anggota Polri
Kasus ini menjadi sorotan khusus karena pelakunya adalah seorang anggota polisi yang seharusnya menjadi pelindung dan penegak hukum. Tindakan kekerasan dalam rumah tangga oleh aparat tidak hanya merusak citra institusi Polri, tetapi juga mencederai kepercayaan masyarakat terhadap aparat keamanan.
Penanganan serius oleh Propam dan aparat penegak hukum lainnya sangat penting agar pelaku mendapat hukuman setimpal dan menjadi contoh bagi anggota Polri lain. Selain itu, korban kekerasan dalam rumah tangga yang melibatkan oknum aparat harus mendapatkan perlindungan maksimal agar merasa aman dan mendapat keadilan.
Perlindungan Korban dan Peran Lembaga
Kasus penganiayaan ini juga menyoroti pentingnya perlindungan bagi korban kekerasan dalam rumah tangga. Terutama yang melibatkan pelaku dari aparat penegak hukum. Lembaga seperti Propam dan organisasi pengawas HAM harus berperan aktif dalam mengawal proses hukum dan memberikan dukungan psikologis serta perlindungan bagi korban.
Selain itu, penyuluhan tentang kekerasan dalam rumah tangga harus terus digalakkan. Termasuk di kalangan institusi kepolisian, untuk menekan angka kekerasan dan mendorong pelaporan kasus dengan lebih berani.
Kesimpulan
Kasus dugaan penganiayaan berulang oleh oknum polisi di Makassar ini menjadi pengingat pentingnya penegakan hukum yang adil tanpa pandang bulu, termasuk terhadap anggota aparat. Korban yang selama ini mengalami kekerasan berulang berhak mendapatkan perlindungan dan keadilan, sementara pelaku harus bertanggung jawab secara hukum.
Kejadian ini juga membuka mata publik akan pentingnya mekanisme pengawasan internal Polri yang transparan dan profesional. Hal ini diperlukan demi menjaga integritas institusi serta melindungi hak-hak korban kekerasan dalam rumah tangga. Simak dan ikuti terus Info Kejadian Makassar agar Anda tidak ketinggalan informasi menarik lainnya yang terupdate setiap hari.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Pertama dari www.tvonenews.com
- Gambar Kedua dari www.detik.com